Bola.com, Jakarta Bonggo Pribadi layak dinobatkan sebagai legenda sejati bagi PSIS. Selama tujuh tahun dia merasakan jatuh bangun bersama Mahesa Jenar.
Mantan libero Timnas Indonesia ini bergabung dengan PSIS pada 1998. Karena Arseto Solo dibubarkan, Bonggo bersama kiper I Komang Putra, Agung Setiabudi, dan Ali Sunan hijrah ke Semarang.
Musim pertamanya pada 1998/1999, Bonggo Pribadi dkk. langsung memberi gelar juara Divisi Utama, kasta tertinggi Liga Indonesia saat itu. Pria yang sekarang berdomisili di Surabaya menjabat kapten tim PSIS hingga gantung sepatu pada 2005.
Ketika I Komang Putra dan Agung Setiabudi pindah ke Persebaya, serta Ali Sunan berlabuh ke Persija, Bonggo Pribadi tetap setia bertahan di PSIS.
"Pak Simon Legiman yang melarang saya keluar dari PSIS. Waktu itu beliau bilang Komang, Agung, dan Ali Sunan sudah pindah, kalau saya ikut pindah siapa yang ditonton kalau PSIS main?" ungkap Bonggo.
Faktor Simon Legiman yang saat itu menjadi Ketua Harian PSIS jadi alasan Bonggo betah di Semarang. "Beliau sudah seperti bapak sendiri. Dia menganggap saya sebagai anak angkatnya. Saya pun membalas kebaikan itu dengan tetap di PSIS. Selain itu saya tipe orang yang tak suka pindah-pindah klub. Kecuali kalau saya dipecat," katanya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Loyalis
Bonggo Pribadi memang sosok loyalis. Selama 19 tahun kariernya sebagai pesepak bola pada rentang 1986-2005, Bonggo hanya bermain di tiga klub yakni Pelita Jaya, Arseto Solo, dan PSIS.
Setelah gantung sepatu pada 2005, pria yang kini berusia 56 tahun itu masih tetap di PSIS sebagai asisten hingga jadi pelatih kepala. Dia baru benar-benar meninggalkan PSIS setelah menekuni karir pelatih pada 2007.
"Dari pengalaman saya di PSIS, klub tersebut degradasi karena masalah keuangan. Usai juara 1999, banyak pemain terbaik PSIS keluar. Jadi tak kaget bila musim berikutnya kami degradasi. Ongkos tim juara sangat besar. Saat itu seolah ada anggapan kami sudah juara, yang dikejar lagi. Sehingga kami ikut kompetisi dengan seadanya," tuturnya.
Prihatin dengan Konsisi PSIS
Bonggo Pribadi sempat prihatin dengan kondisi PSIS setelah juara musim 1999.
"Saat itu, kami pernah berangkat latihan dari mes di Jatidiri ke Stadion Citarum naik mobil pickup. Sebuah kondisi yang ironis. Kami ini tim juara, tapi fasilitasnya memprihatinkan," ucapnya.
Tapi Bonggo Pribadi tak menutupi kesejahteraan yang didapatnya ketika berjasa memberi PSIS gelar juara Ligina V tahun 1999. "Saat juara, kami dapat hadiah dari Gubernur Jateng berupa motor dan tanah 200 meter persegi di daerah Genuk, Semarang. Itu momen terindah, selain saat PSIS promosi lagi ke Divisi Utama 2001 sebagai juara Divisi Satu," ujarnya.
Ikut Sedih
Meski telah lama berpisah dengan PSIS, hati Bonggo Pribadi ikut sedih kini klub yang sangat disayanginya itu terancam degradasi dari BRI Liga 1 2024/2025.
"Jujur hati saya masih sangat sayang dengan PSIS. Saya sangat prihatin bila musim ini PSIS benar-benar degradasi dari Liga 1. Stadion Jatidiri sudah sangat bagus. PSIS juga punya pendukung fanatik yang banyak," ujar Bonggo Pribadi yang pernah jadi asisten Sutan Harhara saat PSIS dijegal Persik pada perebutan gelar juara musim 2006 ini.