X-Files Usiran Final Ligina V 1999: Ketika PSIS dan Persebaya Satu Pesawat Naik Hercules ke Manado

1 day ago 11

Bola.com, Kediri - PSIS Semarang kemungkinan besar bakal terdegradasi dari BRI Liga 1 2024/2025. Namun, di tengah kesedihan yang kini mulai menggeluti seluruh awak tim, sejatinya PSIS sudah akrab dengan penderitaan.

Di antara rasa duka itu, sebenarnya klub berjulukan Mahesa Jenar itu juga pernah menikmati kejayaan dan kemasyhuran di sepak bola Indonesia.

Klub eks Perserikatan asal Semarang itu dua kali meraih gelar juara Divisi Utama 1987 dan Divisi Utama era Liga Indonesia 1999.

Yang menarik, dua gelar kampiun itu diraih dari lawan yang sama, yakni Persebaya Surabaya. Posisi PSIS Semarang selalu underdog alias tak diunggulkan.

Sartono Anwar adalah arsitek PSIS di final 1987 yang menundukkan Persebaya 1-0 berkat sundulan kepala Saiful Amri. Pada pertarungan di Senayan, pada 11 Maret 1987 itulah awal munculnya julukan PSIS 'Si Jago Becek'.

Meski bermaterikan pemain semenjana seperti FX. Tjahyono, Syaiful Amri, hingga Ribut Waidi, mereka membungkam Persebaya yang bertaburan bintang, laiknya kiper I Gede Putu Yasa, Rae Bawa, Mustaqim, hingga Budi Yohanis.

PSIS malah tampil trengginas di lapangan basah, tapi fasih memamerkan racikan total football ala Sartono Anwar.

Final Ligina V Divisi Utama 1999 lebih dramatis. Saat itu Edy Paryono sebagai sutradaranya. Meski PSIS mayoritas dihuni pemain junior, tapi berhasil menumbangkan Persebaya.

Tulang punggung utama PSIS ketika itu adalah kuartet jebolan Arseto Solo macam kiper I Komang Putra, Agung Setiabudi, Ali Sunan, Tugiyo, dan kapten tim Bonggo Pribadi. Dengan trio asing, Simon Atangana, Ally Shaha, serta Ebanda Timothy.

Sementara Persebaya diperkuat pemain bintang yang sedang bersinar terang seperti kiper Hendro Kartiko, Aji Santoso, Khairil Anwar, Uston Nawawi hingga Anang Ma'ruf.

Kedua tim tradisional Indonesia ini terpaksa menjalani partai final usiran di Stadion Klabat, Manado, menyusul tragedi meninggalnya 11 suporter PSIS dalam tragedi Lenteng Agung usai semifinal Persija kontra PSIS yang berakhir 0-1.

Jika di final Divisi Utama Perserikatan 1987 sosok Saiful Amri sebagai pahlawan, di partai puncak Ligina V Divisi Utama, Tugiyo jadi hero berkat gol tunggal pada menit ke-89.

Dalam video kali ini, kita akan melihat bagaimana euforia para pemain Persib merayakan gelar juara mereka di Graha Persib. Momen penuh kebahagiaan dan kebanggaan ini menunjukkan betapa pentingnya kemenangan ini bagi tim, para pemain, dan tentunya par...

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

Cerita Menuju Final Terusir

Bola.com akan membongkar X-Files hubungan baik semua pemain PSIS dan Persebaya yang menepis perseteruan antara kedua klub tersebut.

Keputusan pemindahan venue final sangat mendadak dari Senayan ke Klabat, maka Bonggo Pribadi dkk. serta Aji Santoso cs. terpaksa harus naik dalam satu pesawat yang sama Hercules.

"Pengalaman kami sangat unik. Kedua tim akan bertarung di final, tetapi kami berangkat bersama ke Manado dengan pesawat Hercules," ungkap Bonggo Pribadi yang saat itu jadi kapten tim PSIS.

"Karena teman-teman PSIS masih terpukul dengan tragedi Lenteng Agung, kami lebih banyak diam di pesawat," lanjutnya.

Karena Hercules pesawat angkut barang dan biasanya dipakai operasional TNI, maka semua pemain duduk berhadapan di sisi pinggir pesawat.

"Kami hanya saling sapa dengan pemain Persebaya, di antara kami tak ada canda. Kami hanya saling sapa, karena kami saling kenal. Namun, suasana hening dan cenderung berkabung. Saya yakin teman-teman Persebaya juga ikut prihatin dengan meninggalnya suporter PSIS," katanya.

Bonggo Pribadi menyebut PSIS juara Ligina V 1999 sebuah kecelakaan yang membawa nikmat.

"Sejak awal tim PSIS tidak disiapkan untuk juara, karena mayoritas materi pemain dari PSIS junior. Ketika itu Nova Arianto masih berusia 18 tahun, begitu pula Gendut Doni Christiawan," ucapnya.

"Selanjutnya keduanya jadi pemain hebat. Bahkan Nova Arianto sukses membawa Timnas Indonesia U-17 lolos Piala Dunia U-17," lanjutnya.

Dapat Hadiah Tanah dan Motor

Bahkan saat semifinal di Jakarta, ketika pemain tim lain menikmati makanan di hotel, Bonggo Pribadi dkk. menyantap menu di warung kaki lima.

"Keadaan ini tentu berbeda dibanding saat kami main di Arseto Solo. Namun, kami tidak mengeluh. Kondisi itu malah membuat kami kompak, karena tak disiapkan jadi juara, kami malah main tanpa beban," jelasnya.

Musim itu, striker PSIS, Ali Sunan, dinobatkan sebagai Pemain Terbaik. Namun, setelah PSIS juara dia hijrah ke Persija. Sedangkan dua rekan dari Arseto Solo lainnya, I Komang Putra dan Agung Setiabudi pindah ke Persebaya. Tinggal Bonggo Pribadi yang bertahan di Semarang.

"Saya dilarang Pak Simon Legiman pindah. Katanya kalau semua pindah, siapa yang dia tonton saat PSIS main di Jatidiri. Perhatian dan kebaikan itu saya balas dengan menghabiskan karier di PSIS hingga jadi pelatih di sana," paparnya.

Sebagai penghargaan sebagai juara Ligina V, semua pemain PSIS dapat hadiah kapling tanah ukuran 200 meter persegi di daerah Genuk dari Gubernur Mardiyanto. "Karena saya tinggal di Surabaya, jatah kapling tanah saya jual," ujar Bonggo.

Sementara Wali Kota Semarang, Soetrisno Suharto memberi satu unit sepeda motor Honda Grand.

Prihatin dengan Situasi PSIS Saat Ini

Bicara situasi PSIS Semarang di BRI Liga 1 2024/2025, Bonggo mengaku sangat prihatin. Apalagi kondisi PSIS yang harus berjuang di papan bawah klasemen juga tak lepas dari persoalan gaji yang terlambat dibayarkan.

"Saya prihatin dengan PSIS di Liga 1 musim ini. Kabarnya ada masalah gaji terlambat. Kami juga dulu mengalaminya. Tapi keterlambatan gaji tak sampai hitungan bulan. Gaji juga dibayar lambat, tapi tak pernah lewat dari bulan berjalan," katanya.

Read Entire Article
Bola Indonesia |