Bola.com, Jakarta - Sejak penyatuan kompetisi eks Perserikatan dan eks Galatama, Persijap sebagai klub bonden asal Jepara sering jatuh bangun. Kasta tertinggi hingga terendah pernah diarungi klub kebanggaan warga Jepara ini.
Meski beberapa terbentur dan babak belur, namun dukungan publik Kota Ukir yang diejawantahkan dengan nama kelompok suporter Banaspati tak luntur sedikit pun.
Di tataran kompetisi tim senior, Laskar Kalinyamat belum pernah mengukir prestasi spektakuler. Di antara klub-klub Pantura Jawa Tengah, pamor Persijap memang masih di bawah PSIS. Karena kedua tim sebagai kekuatan pesisir Utara Laut Jawa maka tak heran bila muncul gengsi di antara mereka.
Pertemuan mereka sering dilabeli Derby Pantura. Puncak keperkasaan Persijap atas Mahesa Jenar, julukan PSIS, terjadi pada Copa Indonesia. Dua kali pada laga kandang dan tandang, Persijap mengalahkan PSIS dengan skor 2-0 di Jepara dan 3-2 di Semarang.
Prestasi tertinggi Persijap di ajang ini berhasil menembus semifinal pada 2008/2009. Saat itu di bawah polesan pelatih asal Balikpapan bernama Djunaedi, Persijap menjadi tim yang bermain keras, spartan, dan bermental baja.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pelatih Kondang Silih Berganti
Di antara 23 pelatih kondang yang pernah menangani Persijap, Benny Hartono, almarhum Ruddy William Keltjes, Raja Isa, dan, terakhir, Widodo Cahyono Putro merupakan sosok berjasa mengangkat klub ini ke kasta tertinggi.
Benny Hartono membawa tim naik ke Divisi Utama 2001, kasta tertinggi saat itu. Meski musim berikutnya terdegradasi lagi. Mendiang Ruddy Keltjes mengikuti jejak Benny Hartono pada 2005.
Sementara Raja Isa Raja Akram Syah, arsitek asal Malaysia, saat transisi dualisme kompetisi IPL dan ISL, meloloskan Persijap dari Liga 2 ke ISL 2013. Terkini tangan dingin Widodo C. Putro mengembalikan Persijap ke habitat Liga 1 mendatang.
"Persijap klub dari kota kecil, tapi fanatisme warganya terhadap tim dan sepakbola luar biasa. Bermain di kasta berapapun dukungan mereka tetap tinggi," kata Raja Isa.
Meskipun pelatih yang memiliki darah keturunan Bugis ini merasa nyaman dengan lingkungan Kabupaten Jepara, tapi Raja Isa tak lama berada di sana.
"Saat itu di masa transisi dualisme kompetisi membuat saya bingung juga. Tapi saya tetap punya target membawa Persijap ke ISL. Saya meninggalkan tim karena ada masalah internal yang tak bisa saya ungkap ke publik. Intinya finansial Persijap sedang buruk saat itu," tuturnya.
Tak Diimbangi Finansial
Satu hal membuat bangga mantan jurutaktik PSM dan Persipura adalah potensi pemain lokal Jepara. Antara lain Gunawan Dwi Cahyo yang akhirnya menjadi salah satu anggota Timnas Indonesia.
"Saya suka melatih pemain muda. Persijap punya banyak bakat muda. Saat menangani tim mayoritas pemain lokal Jepara. Ini membuat saya bangga. Sayang dukungan publik dan akar rumput kuat ini tak diimbangi finansial kuat. Saya kira faktor inilah membuat Persijap naik turun," ujarnya.
Sejak degradasi pada 2014 silam, Persijap butuh waktu 11 tahun kembali berkiprah di tataran elite Nasional. Mereka merebut tiket terakhir promosi ke Liga 1 dengan menyingkirkan PSPS 1-0 di Stadion Gelora Bumi Kartini Jepara, Selasa (25/2/2025).
"Saya ikuti geliat Persijap dalam tiga tahun terakhir sudah dikelola baik. Liga 1 sangat keras, Persijap tak boleh hanya mengandalkan fanatisme publik. Tapi harus dikelola profesional agar bertahan lama di Liga 1," ucap Raja Isa.