Buntut Kegagalan ke Piala Dunia 2026, Pengamat dari Malaysia Menilai Insan Sepak Bola Indonesia Belum Siap Bertarung di Level Tertinggi

7 hours ago 1

Bola.com, Jakarta - Kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 yang berbuntut pemecatan jajaran pelatih asal Belanda, masih jadi topik diskusi menarik.

Namun, dari semua babak drama itu, pengamat sepak bola Indonesia asal Malaysia, Raja Isa Raja Akram Shah, menilai insan sepak bola Indonesia belum siap bersaing di level tertinggi Internasional, baik pengurus PSSI, tim pelatih, pemain, hingga pencinta Timnas Indonesia.

"Berkompetisi di level tertinggi Asia, apalagi dunia itu dibutuhkan kekuatan mental, teknis, dan nonteknis. Stakeholder sepak bola Indonesia belum sepenuhnya memiliki kekuatan itu. Ketika Timnas Indonesia gagal, semua kesalahan dicari-cari, baik berdasar fakta maupun analisis subjektif. Jadi, saya kira semua harus legawa dan memulai lagi dari awal dengan persiapan lebih baik untuk masa datang," ujar Raja Isa.

Mantan pelatih Persipura Jayapura dan PSM Makassar ini mengupas dari upaya petinggi federasi dan pemerintah.

"Sinergi PSSI dan Pemerintah Indonesia sangat bagus, baik persiapan dana hingga mempercepat proses naturalisasi pemain. Bahkan saya bilang naturalisasi yang dilakukan Indonesia gila dan luar biasa. Hanya dalam hitungan pekan, pemain diaspora baru sudah resmi jadi WNI dan debut di Timnas Indonesia. Meski, saya yakin proses awalnya lebih panjang dari yang tampak di permukaan," ucapnya.

TNI AU Electric Putri tampil luar biasa di babak Final Four Livoli Divisi Utama 2025! Menghadapi Rajawali O2C yang tampil tanpa enam pemain utama, Dewi Intansari dkk menang 3-1 di GOR Ki Mageti, Magetan.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

Apa yang Salah?

Lalu, apa yang salah?

"Salahnya ekspektasi terlalu tinggi. Di tim mana pun, pemain baru tak bisa langsung menyatu. Meskipun akar bahasa dan budaya mereka sama dari Belanda. Publik ingin mereka langsung jadi bintang dan membawa Garuda terbang tinggi," lanjut pengamat berusia 59 tahun ini.

Sosok yang selama 17 tahun melatih klub-klub di Indonesia itu menganggap wajar pro dan kontra yang terjadi di kalangan pencinta sepak bola Indonesia.

"Perbedaan itu biasa. Tapi, kalau akhirnya memecah persatuan dan kecintaan kepada Timnas Indonesia, itu akan jadi kerugian sangat besar. Butuh waktu lama untuk membangun kembali ikatan itu," katanya.

Menurut pria yang pernah melatih PSMS Medan dan Persijap Jepara itu, semua elemen Timnas Indonesia terlalu percaya diri menjelang putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Jeddah lalu.

"Saya tak ragu dengan kualitas materi pemain Timnas Indonesia. Tapi, para pemain dari Eropa itu belum paham permainan nonteknis di Asia. Saya nilai mereka belum pengalaman bermain di level ini. Sementara Arab Saudi dan Irak sudah lebih siap lahir dan batin," ulasnya.

Menata Kembali

Secara fisik, lanjut Raja Isa, pemain diaspora yang berkarier di Eropa mengalami syok dengan ritme perjalanan berat ke medan pertempuran.

"Sebelum pertandingan, saya melihat jadwal Timnas Indonesia tak masuk akal. Pemain sehebat apa pun, mereka tetap manusia biasa. Mereka sulit tampil maksimal dengan masa istirahat minim. Pemain Arab Saudi banyak dari liga domestik. Setelah melawan Indonesia, Arab Saudi istirahat panjang. Sementara Irak punya waktu lebih lama sebelum melawan Timnas Indonesia," tuturnya.

Pria berdarah keturunan Bugis ini menyatakan Timnas Indonesia sudah berada di jalur benar.

"Langkah sepak bola Indonesia sudah benar. Bangunan ini modal untuk meraih prestasi ke depan. Jika stakeholder sepak bola Indonesia menata kembali, saya yakin Timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2030. Kegagalan ini jadi pengalaman sangat berharga," tegas Raja Isa.

Read Entire Article
Bola Indonesia |